Banyakpertimbangan sehingga setelah rembug bersama semuanya sepakat memilih burung enggang sebagai logo resmi Porprov 2018 mendatang. Klik pada gambar thumbail untuk mengunduh gambar ukuran penuh. Enggang Gading yang disamarkan berwujud dedaunan dipakai sebagai Tatah Hujung Papilis pada Rumah Bubungan Tinggi di Kalimantan Selatan. Klik
DjKd. TANJUNG SELOR - Dalam rapat Paripurna ke-3 Masa Persidangan I tahun 2021, DPRD Provinsi Kalimantan Utara mengusulkan Burung Enggang sebagai lambang atau icon resmi Provinsi Kalimantan Utara. Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Utara Norhayati Andris, filosofi yang menarik dari Burung Enggang adalah memberikan gambaran tentang kepemimpinan yang bijaksana.āMenurut filosofi, Burung Enggang merupakan satwa yang setia. Tidak dapat hidup sendiri dan selalu berdampingan dengan burung Enggang lainnya,ā tutur Norhayati Andris dalam pidato sambutannya, Senin 8/2/2021. ⢠Ridho Rhoma Tertangkap Polisi, Putra Raja Dangdut Rhoma Irama Ngaku Terakhir Pakai Narkoba di Bali ⢠Tulisan Tugas Sekolah Gadis SD Angkatan 1969 Viral, Sudah Sebut Video Call dan Prediksi Masa Depan ⢠Pengamat Bongkar Nasib AHY Bila Kudeta Demokrat Berhasil, Refly Harun Sebut Langkah Anak SBY Tepat Kesetiaan yang dimiliki oleh Burung Enggang merepresentasikan sosok pemimpin yang setia kepada masyarakatnya. Menurut politisi PDI Perjuangan ini, seorang pemimpin juga tidak bisa mengerjakan banyak hal, tanpa dorongan dan dukungan dari masyarakat. Selain kesetiaan, Burung Enggang juga melambangakan perdamaian dan persatuan. Burung Enggang juga merupakan burung yang dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah pulau Kalimantan. āSeperti di rumah kita sering melihat patung, lukisan, pakaian, juga pada makam terdapat ukiran Burung Enggang,ā tuturnya. Burung Enggang juga dianggap sebagai sayapnya yang tebal dapat melindungi rakyatnya. ⢠Kabar Terbaru Rizieq Shihab, Berkas Perkara Telah Lengkap, Polisi Serahkan Pendiri FPI kepada Jaksa ⢠Sapi Donggala Tiba di Berau dengan Kondisi Sehat, BKP Tarakan Ingatkan Agar Lapor Karantina ⢠Nilai Kerugian Hampir Setengah Miliar, Satreskrim Polres Malinau Tangkap 3 Pelaku Pencurian āSuaranya yang keras menimbulkan perintah dan pimpinan yang selalu didengar rakyatnya. Ekornya yang panjang menjadi tanda kemakmuran bagi rakyatnya,ā jelas Norhayati. Secara keseluruhan Burung Enggang menggambarkan watak pimpinan yang dicintai rakyatnya. Dalam waktu dekat usulan ini dibahas dalam rapat di Dewan, sebelumnya nanti dimasukkan dalan Rencana Peraturan Daerah Raperda . * Jangan Lupa Like Fanpage Facebook Follow Twitter Follow Instagram tribun_kaltara Subscribes YouTube Tribun Kaltara Official
Gambar 2. Simbol Burung Enggang pada Situs Resmi Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur Sumber 2015Source publication Dahri DahlanThis research will analyze the folklore of East Borneo in the form of myth about the hornbill descended down by Dayak Kenyah people associated with its relevance to the development of nation character. The theory used is the theory of 'layers of social reality'. The theory will reveal five layers of meaning contained in a system or symbol contained...... , 2017Iskandar 2017;Iskandar et al. 2017Iskandar et al. , 2019. In terms of cultural functions, birds in different ethnics in Indonesia have become inspiration sources of folk stories, myths, symbols, statues, temple architecture works, and temple wall reliefs which are widely scattered in Java island, including Prambanan temple in Jogyakarta Suripto and Pranowo 2001;Suliastiati 2008;Van der Mij 2009;Wardani et al. 2015;Anggraini 2017;Iskandar 2017;Sanjaya et al. 2017;Hanum and Dahlan 2018;Sodarwanto et al. 2018. According to ecological history, birds have played an important role in Javanese culture for a long time Jepson and Landle 2005, Jepson 2010. ...Mulyanto D, Iskandar J, Gunawan R, Partasasmita R. 2019. Ethnoornithology Identification of bird names mentioned in Kakawin RÄmÄyana, a 9th-century Javanese poem Java, Indonesia. Biodiversitas 20 3213-3222. Birds have played an important role in Javanese culture for a long time. For example, birds have been culturally used as sources of folk stories, myths, illustrated old manuscripts, paintings on relief walls of temples, and inspiration of writers to make poems. This article presents the results of an ethnoornithology study that tried to identify all bird names mentioned in Kakawin RÄmÄyana KR, an old Javanese poem, using a qualitative method, mainly interpreting KR text based on an ethnoornithological approach. The results showed that 84 bird names are mentioned in the Kakawin RÄmÄyana, belonging to 26 families, and 17 orders. The birds mentioned in KR are predominantly residents, some are regular visitors or vagrant, and only a few are absent. The orders whose members appear most often are Passeriformes 18, Columbiformes 7, Pelecaniformes 6, Ciconiiformes 5, and Cuculiformes 5. There are only 13 names which are Sanskrit in origin. Based on this study, it can be inferred that birds have played an important role in Javanese Ingrid SahertianThis article aims to explore the culture of the Dayak Kanayatn people regarding the rituals and sacredness of hornbills. Retrieval of data using qualitative research with the ethnography method, through interview techniques, observation, documentary studies, and literature studies. The community makes hornbills a sacred symbol. This attitude can be seen when the community carries out Karana traditional rituals as an implementation of local theology and narrates them in dances, carvings, carvings, and traditional clothing attributes. Through rituals, the community believes that the hornbill is a link between heaven subayatn and the world that brings people to death pidara into eternity. Hornbills have a significant influence on the Kanayatn Dayak indigenous people because they contain noble values. Everything related to hornbills, including their lifestyle, natural seed dispersers, forest guards, physical beauty, has become sacred to the Kanayatn Dayak community. This study concludes that the hornbill is a sacred symbol in local theology and capital of social integration for the Kanayatn Dayak ini bertujuan untuk mengeksplorasi budaya masyarakat Dayak Kanayatn tentang ritual dan sakralitas burung Enggang. Pengambilan data menggunakan penelitian kualitatif dengan metode ethnografi dan nethnografi, melalui teknik wawancara, observasi, studi dokumenter dan studi pustaka. Masyarakat menjadikan burung Enggang sebagai simbol sakral. Sikap tersebut terlihat ketika masyarakat melaksanakan ritual adat Karana sebagai implementasi teologi lokal, serta menarasikannya dalam tarian, ukiran, pahatan dan atribut pakaian adat. Melalui ritual masyarakat meyakini bahwa burung Enggang sebagai penghubung surga subayatn dan dunia. Burung Enggang yang membawa orang meninggal pidara masuk kekekalan. Burung Enggang memberi pengaruh yang signifikan bagi masyarakat adat Dayak Kanayatn karena mengandung nilai-nilai yang luhur. Segala sesuatu yang berhubungan dengan burung Enggang baik pola hidup, pemencar biji alami, penjaga hutan, keindahan fisik, menjadi sakral bagi masyarkat Dayak Kanayatn. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Burung Enggang adalah simbol sakral dalam teologi lokal dan modal integrasi sosial bagi masyarakat Dayak Kanayatn.
logo burung enggang kalimantan